[Book Review] Surviving Canada-Rini Hidayat


Saat bising, ingar-bingar kemacetan mengusik ketenangan. Berbisik untuk melangkah lebih jauh. Saat itu kaki terus berpijak. Meski ribuan kilometer pun akan dikejar. 

Posisi aman, karier mapan, berada pada zona nyaman. Namun, membuat jauh dari pemberi karunia. Itu bukan hanya sebuah dilema. 

Tak selamanya hidup mewah akan membuat harmoni, terkadang kebahagiaan yang hakiki; hampa. Jiwa meronta mencari hakikat kehidupan sebenarnya.

Jannah memutuskan hijrah. Meninggalkan kelakuan ‘jahil’. Memulai semua dari titik nol. Bahkan minus. Pilihannya jatuh pada mengasingkan diri. Mencari Ridho Allah. 

Sebagai istri full-time on job. Bersusah payah berbagi waktu, untuk menjadi teladan untuk buah hatinya. Suaminya yang sakit keras. Mengukuhkan hatinya untuk survive

Duh, berat sekali ya pekerjaan ini. Walaupun aku merasa sudah siap mental, kok terasa juga beratnya. Kalau Ibu, saudara-saudara, dan teman-teman di Tanah Air melihatku, apa kata mereka? Dulu manajer perusahaan raksasa, sekarang jadi tukang cuci baki di toko sayuran, Jannah Membatin. (Halaman 89)

Hukum no work, no money; every second counts. Tak bekerja tak ada uang, setiap saat. Membangun pondasi tawakkal dan ikhlas. Berupaya menjadikan diri selalu dalam naungan-Nya, meski berat tak terkekalkan.

Ketidaknyamanan akan dilewati. Getir yang dirasakan akan tetap dikunyah. Bagi Jannah, untuk pertama kali di Vancouver. Masa adaptasi di bawah zona 0, menjadi pelecut untuk bertahan. 

Kisah Jannah tak hanya tentang kesulitan, novel autoubiografi menghimpun tips Permanent Resident dan survive di Canada. Menjadi imigran yang mengumpulkan semangat dalam dekapan ridho-Nya.

Membaca setiap gulir jejaknya, tak ubahnya membaca kisah Sri pada novel Tentang Kamu-Tere Liye. Sama-sama berani mencoba hal baru, belajar dari kesalahan. Siap mengambil segala konsekuensinya. 

Menyiapkan mental untuk menghadapi hal buruk lebih sulit dibanding menerima hal yang menyenangkan. Prepare for the worst, hope for the best, kata pepatah. (Halaman 120)

Gaya tulisannya santai, tapi penuh dengan gambaran harmonis antara doa dan ikhtiar, ilmu dan amal, serta kerendahan hati. Saya masih menunggu kelanjutannya! (Satriyo Boediwardoyo, Pengajar dan penerjemah lepas Bhs. Inggris)

Saya sependapat dengan beliau, diksi yang sederhana. Sarat makna yang memotivasi. Terlepas dari terlalu banyak menyematkan kalimat berbau Inggris. Bagi yang suka sekali dengan bahasa asing, akan mudah menyerap. Tapi, bagi yang ingin mendalami bahasa Asing mendapat ‘ilham’ membuka kamus. Seperti judulnya yang berbahasa Inggris, menambah semangat untuk mempelajari bahasa Internasional. 

Dikemas dalam sudut pandang orang ketiga serba tahu. Merangkul pembaca mencicipi indahnya survive. Berkelana di padang tanpa mata air. Bernaung pada Kasih Sayang-Nya. 

Terkadang mata hati baru terbuka dan menyadari hikmah dari sebuah kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan lama setelah waktu berlalu. Namun, tak jarang banyak yang kurang peka atau enggan menghubungkan sebuah kejadian sebagai hikmah atas peristiwa sebelumnya, yang sejatinya merupakan takdir yang lebih baik darinya. (Halaman 194) 

Novel setebal 216 halaman mampu menggoncang kesadaranmu. Tentang jatah waktu yang engkau habiskan. Tentang sebuah pencarian diri. Tentang keadaan yang harus disyukuri. Tentang bertahan–Survive.

Blurb:

“Bapak tidak keberatan bila dilakukan tes HIV atau AIDS?” tanya dr. Arief hati-hati dengan suara pelahan. Jannah tercekat, jantungnya serasa mau lepas. Dipandang Ihsan, suaminya yang semakin kurus kering. Bayang-bayang menjadi janda dengan dua anak kecil sontak menari-nari di benaknya. 

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula; begitulah rumah tangga Ihsan-Jannah yang digulung rangkaian cobaan. Keluarga mapan ini akhirnya memilih jalan keluar yang terbilang nekat: pindah ke Kanada, negara maju yang menghargai imigran dan penduduk muslimnya. Mimpi-mimpi dan cita-cita mereka melecut keberanian menjalankan keputusan besar itu. 

Sungguh tak mudah memperjuangkan nasi di negeri orang. Dari seorang chief accountant, Ihsan beralih profesi jadi tukang bersih-bersih di pabrik wafel. Dulu menjabat sebagai manajer perusahaan raksasa, Jannah harus berjibaku menjadi salad bar girl  dan kasir dollar store. Mereka menjalani survival job seraya mencari jalan yang lebih baik. 
Novel yang terinspirasi kisah nyata ini mengusung semangat dan optimisme menghadapi rintangan hidup. Keimanan, keteguhan dan perjuangan tanpa keluhan tersaji apik mengajak kita turut berselancar di atas gelombang kehidupan.

~*~

“Membaca karya Rini Hidayat ini, bagi saya bagaikan membuka lembar-lembar buku Laa Tahzan dalam versi novelnya. Di mana konsep hidup tanpa menyerah, tak larut dalam kesedihan masa lalu, tak gentar menghadapi masa depan, bekerja yang terbaik untuk hari ini, bersyukur, bersabar serta tawakkal dan rida pada Allah mengalir deras tanpa terasa. Dan doa adalah senjata utama kala hidup terasa sempit.” – Ustaz Samson Rahman, M.A. Penerjemah buku fenomenal Laa Tahzan
*) Terima kasih yang tak terhingga, saya haturkan kepada Mbak Rini Hidayat. Yang telah mencurahkan buku inspiratif dengan cover yang Apik! Alhamdulillah, suka sekali dengan kisahnya yang begitu istimewa, Surviving Canada.
Reviewer : Baiq Cynthia

Info buku: 

Judul : Surviving Canada

Penulis : Rini Hidayat

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit: 2017

Jumlah Halaman : 216 Halaman

No. ISBN : 978-602-03-3693-0

4 Comments

  1. mb,,, di akhir novel ada profil penulisnya? kalo mau ingin menghubungi beliau, Ibu Rini Hidayat, bisa melalui e-mail atau fecebook? tolong informasinya…

    Disukai oleh 1 orang

Komentar ditutup.