Bukan Masalah Nominal tapi Ini Bentuk Aku Peduli


Tidak semua yang anak pengin itu dituruti. Karena itu akan menjadi pola yang akan berulang sampai ia dewasa.

Aku pernah membaca didiklah anak sesuai zamannya.
Sudah zaman digital tentunya bertambah lagi tugasnya si ibu atau bapak agar anak bisa membatasi diri dari screen time.

Sesuai usianya, tentunya. Dr. Meta mengatakan kalau 0-2 tahun diusahakan anak aktif, tanpa diberi paparan gadget.

Karena gadget bukan membuat otak anak berkembang justru sebaliknya. Beberapa pengaruh gadget untuk anak di bawah dua tahun bisa menyebabkan speech delay. Ini menurut pengamatan saya dan membaca beberapa literatur. Karena ketika melihat gadget si anak tidak diajak interaksi. Ia hanya diam.

Setiap hari berusaha mengajak anak bermain. Namun, ada saat si kakak nagih untuk menonton tv. Tentunya ia ikut nonton lewat tivi. Saya putarkan beberapa kartun anak-anak. Ini memang kesalahan terbesar, karena si anak jadi sering tantrum. Tidak fokus dan berbicara dengan jelas masih bisa dibilang kurang.

Di usia yang sama dengan kakaknya 2.5 tahun kakaknya sudah lebih banyak menghafal kosakata benda dan merangkai 2-3 kalimat aktif. Bukan bermaksud untuk membandingkan antara kakak dan adik. Waktu punya anak pertama. Seluruh waktuku difungsikan mengurusnya full time. Kalau sore aku ajak jalan-jalan. Atau ikut senam yoga. Karena saat itu juga hamil anak kedua.

Sudah 3 hari ia sering tantrum ketika keinginannya tidak segera dituruti. Bahkan menangis itu dijadikan senjata untuk meminta yang dia inginkan. Padahal ia sudah mendapatkan apa yang dia minta 30 menit yang lalu.

Aku sudah betah dengan tangisnya. Aku berusaha negosiasi sampai ia mau untuk menurutiku. Misal dia minta Snack coklat aku kasih yang strawberry. Namun, rupanya ada pihak luar yang menginterupsi kegiatanku.

“Kenapa anaknya nangis?”
“Biasa minta jajan yang seribu kubilang.”
“Kasihkan aja deh, daripada nangis.”

“Padahal saat itu aku sudah berhasil menguasai si kecil dia mau menerima jajan yang sama Pill*w yang 500 perak.”

Tiba-tiba dia yang mulai beraksi sebagai Hero menunjukkan dua keping 500 ia membelikan.

Saat itu hampir runtuh pertahananku. Aku ingin menolak, mengatakan kalau dia udah tenang dia mau kue itu. Tapi dia affirmasi “Jangan nangis lagi ya.”

Serasa ilmu parenting yang aku pelajari runtuh. Aku ambil jemuran dan menangis. Karena aku merasa “Gagal”.

Mungkin karena aku sudah penat ditambah siklus hormon bulanan. Kepala cenut-cenut. Just feel so hard.

See, setelah dia dah dapat kue yang dibelikan sama orang yang belum punya cucu, dan menghadapi gimana pola tingkah anak generasi saat ini. Bukannya si anak puas, dia minta lagi dan lagi.


Kalau aku mampu biasanya aku buatkan kue. Masalahnya anak kedua ini lebih suka makanan manis dan sudah mengenal bahan adiktif seperti msg pada cemilan.

Ibarat busur yang dilemparkan ia kembali lagi kepadaku. Aku harus menata diri untuk lebih legowo. Apa pun ikhtiarku.  Tidak mungkin seorang ibu pelit masalah uang 1000.

Karena itu tadi aku sedang mendidik dia. Dia udah banyak makan Snack di pagi, siang , sore, didulang makanan pokok pun tidak mau.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.